Rabu, 11 Maret 2009

Salah Pilih

Di sebuah daerah di Minangkabau, tinggal sebuah keluarga. Seorang ibu, saudara perempuannya, dan seorang anak perempuan terdapat dalam keluarga tersebut. Anak perempuan itu bernama Asnah, ia adalah anak angkat dari Mariati. Asnah adalah seorang gadis yang cantik, baik, sopan, lembut, serta taat dan patuh terhadap Mariati, walaupun Mariati hanyalah ibu angkatnya. Kebaikan hati Asnah itu pulalah yang membuat Mariati teramat sangat sayangnya terhadap Asnah, jadilah Asnah pengobat dalam setiap sakitnya dan penghibur dikala susahnya.
Setiap kali perlu sesuatu, Mariati lebih senang dilayani oleh Asnah daripada oleh Sitti Maliah, jadilah Sitti Maliah kadang-kadang merasa iri terhadap Asnah karena tak jarang pekerjaannya tidak terpakai oleh Mariati. Walaupun demikian, Sitti Maliah tetap senang dan sayang terhadap Asnah karena memang perangai gadis tersebut benar-benar baiknya.
Selain Asnah, Mariati juga mempunyai seorang anak laki-laki bernama Asri. Asri sama pula sayangnya terhadap Asnah sebagaimana dia menyayangi adik kandungnya. Namun karena Asri sedang bersekolah di Jakarta, jadi dia tak dapat selalu bertemu dengan Asnah untuk sekedar berbagi cerita.
Namun, seiring berjalannya waktu, berubah pulalah perasaan Asnah terhadap Asri. Semula perasaannya terhadap Asri hanya sebatas perasaan sayang terhadap seorang saudara, namun demikian perasaan itu terus mengalir hingga menumbuhkan benih-benih cinta di hati Asnah. Walau demikian, Asnah tak ingin Asri mengetahui perasaan dirinya. Sebisa mungkin dia bersikap biasa manakala Asri pulang.
Hingga tiba saat Asri tamat dari sekolahnya, dan Mariati menyuruh Asri tinggal dan bekerja di Kampung halamannya saja karena ia merasa ia sudah demikian tua dan sakit-sakitan maka ia tak ingin jauh-jauh dari anak laki-lakinya itu. Sebenarnya keinginan Mariati tadi sangat bertentangan dengan keinginan hati Asri, karena ia sangat ingin meneruskan sekolahnya ke sekolah setingkat SMA atau ke sekolah kedokteran, namun sebagai seorang anak yang ingin berbakti kepada ibunya, akhirnya ia mengikuti keinginan ibunya tersebut. Hingga suatu saat merasa bahwa Asri sudah cukup umur bahkan bisa dibilang sudah matang untuk menikah.
Asri menyetujui saja keinginan ibunya tersebut, hanya saja dia masih bingung dalam mencari calon istri untuk dirinya. Asnah begitu kaget manakala ia mendengar bahwa Asri akan segera menikah. Tapi ia berusaha sebisa mungkin menutupi perasaannya tersebut. Asri masih bingung memilih-milih wanita calon istrinya, sebernanya Asri dan Asnah boleh saja menikah, hanya karena adat istiadat yang berlaku saat itu maka dirasa tidak pantas mereka menikah karena dianggap masih sepedukuan yang berasal dari satu kaum. Lalu dipilih-pilihlah wanita di Negerinya yang belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dirasa cocok untuk menjadi pendampingnya kelak. Gadis itu adalah Saniah. Keinginannya melamar saniah bukanlah tanpa alasan. Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah adalah seorang perempuan yang baik hatinya, dan lembut perangainya. Namun ketika Asri bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama Sutan Sinaro. Jadi Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa bahwa Saniah pun tak akan jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun perangainya.
Sampai suatu saat Asri bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah keluarga Saniah. Keluarga itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang bangsawan kaya dan terpelajar. Walaupun ibu gadis tersebut memiliki perangai yang kaku dan cenderung angkuh, namun Asri yakin bahwa Saniah tentunya berperangai lain dengan ibunya.
Lalu, tak berapa lama, Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah benar-benar menampakkan perangai yang sangat baik, ia pun hormat terhadap seluruh keluarga Asri. Perangai demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan pilihannya itu. Tak lama, dilangsungkanlah upacara perkawinan Asri dengan Saniah yang sangat meriah.
Setelah menikah, mereka berdua lalu pndah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari situlah diketuahui bahwa perangai Saniah tidaklah seelok yang dia perlihatkan saat sebelum menikah. Saniah begitu memandang rendah terhadap Asnah hanya karena Asnah adalah seorang anak angkat. Dia merasa bahwa tidak sepatutnya Asnah disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum terpandang. Ternyata, perangai Saniah begitu angkuhnya, berbeda dengan yang dia perlihatkan sebelum menikah dahulu. Saniah begitu sering berkata menyindir, bersikap bengis, bahkan mencaci maki yang begitu menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap yang kurang sopan. Namun Asnah adalah seorang gadis tegar dan sabar yang mempunyai hati lapang, dia tak pernah membalas perlakuan buruk dari iparnya itu.
Tak lama setelah menikah, adat buruk Saniah semakin menjadi. Bahkan sekarang dia berani melawan terhadap suaminya, kerap kali ia juga berkata-kata kasar terhadap suaminya. Sehingga dapat dilihat kalau adat Saniah tak jauh bedanya dengan ibunya, Rangkayo Saleah. Hingga membuat kesabaran Asri kian berkurang dan akhirnya Asri membiarkan Saniah pulang ke rumah orang tuanya manakala saat itu Sidi Sutan datang menjemput. Yang semula bermaksud menjemput Saniah dan Asri, namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri.
hingga suatu hari Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan anak seorang saudagar batik di kota Padang, tak tertahankan lagilah amarahnya. Dianggapnya oleh Rangkayo Saleah bahwa Kaharuddin akan menikah dengan seorang perempuan yang tak tentu asal-usulnya. Sementara Dt. Indomo merasa tidak setuju dengan pendapat istrinya itu, ia setuju saja anaknya menikah dengan siapapun asal perempuan yang disukainya itu terpelajar, sehat, orang baik-baik dan bersopan santun. Kaya, miskin, bangsawan, berbeda negeri, dan sebagainya tidaklah dipandang sebagai alasan.
Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Padang mendatangi Kaharuddin. Kebetulan saat itu Saniah berada di rumahnya setelah Sidi Sutan menjemputnya dari rumah Gedang. Maka diajaknya lah Saniah pergi ke kota Padang. Di tengah jalan, kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri yang ia tinggallkan. Namun entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat ia memandang Rumah Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang begitu sayang terhadapnya, maka teringatlah ia bahwa ia telah durhaka terhadap suaminya, teringat ia akan dosa-dosa yang telah ie perbuat terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk pada Asnah. Lama benar ia memandang, seakan-akan ia akan pergi jauh. Lalu dilanjutkannyalah perjalanan mereka. Dan Rangkayo Saleah menyuruh kepada supir untuk memacu kendaraannya lebih cepat agar mereka bisa lebih cepat sampai di tujuan. Sang sopirpun begitu senang ketika Rangkayo Saleah menyuruhnya untuk memacu kendaraannya dengan cepat. Karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan kelihaiannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya yang begitu curam.
Akhirnya, peristiwa yang sangat tidak diharapkanpun terjadi. Sang sopir kehilangan kendalinya, dan mobil yang dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai yang kering airnya. Rangkayo Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara Saniah yang kelihatannya masih bernafas segera diselamatkan orang-orang dan dibawa ke rumahsakit. Namun karena kecelakaan yang dialaminya begitu parah, akhirnya Saniah pn meninggal dunia setelah sempat bertemu dan meminta maaf kepada suaminya.
Setelah beberapa lama Saniah meninggal, begitu banyak lamaran datang kepada Asri. Namun dia tak ingin salah pilih lagi. Dan ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia hanya akan menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan dapat menjadi kawan yang selalu ada dalam susah, sedih, senang dan gembira, yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi karena ia yakin bahwa Asnah lah satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Namun saat itu Asnah tinggal bersama Mariah, saudara perempuan Mariati yang tinggal di Bayur. Jadilah Asri mendatanginya sekalian minta izin kepada Mariah untuk menikahi Asnah.
Para penghulu adat dan masyarakat pun sangat kaget mendengar keputusan Asri, karena walau bagaimanapun, Asri dan Asnah sudah dianggap sebagai saudara sepesukuan. Walaupun Asri tidak setuju pada pendapat orang-orang, karena baginya Asnah hanyalah saudara angkat yang dibesarkan bersama-sama dengannya dan tidak ada ikatan darah dengannya.
Namun, pikiran orang-orang berlainan dengannya. Dan adat pun mengatakan bahwa jika ada saudara sepesukuan yang melangsungkan perkawinan, maka mereka tidak akan diakui lagi sebagai warga Minangkabau. Dan Asri, daripada ia harus mengikuti adat yang bertentangan dengan hati nuraninya dan harus kehilangan orang yang dicintainya, ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkalkan Minangkabau. Dan ia pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara. Mereka memutuskan untuk pergi ke Jawa.
Awalnya, kehidupan mereka disana tidak begitu berkecukupan. Mereka pun banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama berniaga di Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabarah hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan pekerjaan yang layak. Dan yang terpenting, Asri mendapatkan kebahagian bersama Asnah.
Selang berapa lama, Asri dan Asnah mendapatkan surat dari para penghulu negri untuk segera pulang ke kampung halamannya. Karena penduduk kampung sadar telah kehilangan orang pintar yang mempunyai cita-cita yang besar untuk kemajuan negrinya. Seiiring kemajuan zaman, pengetahuan penduduk negri pun sudah terbuka lebar dan mereka lebih bisa menanggapi sesuatu hal dengan cara yang masuk akal.
Akhirnya, Asri dan Asnah pulang kembali ke kampung halamannya. Mereka disambut dengan suka cita oleh para penduduk disana. Asri diberikan kedudukan sebagai Engku Sutan Bendahara. Mereka sangat dihormati oleh penduduk dan hidup berbahagia.


Judul : Salah Pilih
Pengarang : Nur Sutan Iskandar
Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan Pertama tahun 1928


Unsur intrinsik :
1.Tokoh dan Penokohan :
Asri : patuh terhadap orang tua, penyayang, lapang dada, sabar, terpelajar, berbudi halus
Asnah : baik, berbudi luhur, ramah, sopan, lembut, pemaaf, patuh dan taat pada orang tua, sedikit tertutup
Mariati : baik hati, walau kadang sikapnya ketus dan masam, namun begitu penyayang tehadap keluarganya.
Sitti Maliah : baik hatinya, penyayang,
Saniah ( istri Asri ) :pandai berpura-pura, angkuh, sikapnya bengis, cara bicaranya kasar dan suka menyindir dengan kata-kata yang pedas.
Rusiah ( kakak Saniah ) : sabar, baik budinya, lembut
Rangkayo Saleah ( Ibu Saniah ): angkuh, sombong, tinggi hati
Dt. Indomo ( Ayah Saniah ) : walaupun baik tetapi terlalu takut terhadap istrinya sehingga tidak dapat tegas dalam mengambil keputusan
Kaharuddin ( Kakak Saniah ) : rendah hati, tidak suka membeda-bedakan orang karena perbedaan harta dan kekayaan saja
Mariah : baik, menyayangi Asnah layaknya anaknya sendiri setelah Mariati meninggal dunia.
Dt. Bendahara : memegang teguh adat, namun tidak mau mendengarkan pendapat orang lain yang bertentangan dengannya.
2. Tema : kesalahan seseorang dalam menentukan pilihan,
Perjuangan melawan adat yang tidak sesuai dengan hati, kemajuan zaman, dan hukum syara (agama)
3. Amanat :
-Walaupun sudah berpendidikan tinggi, hendaknya janganlah lupa pada adat negeri sendiri.
-Janganlah menilai seseorang hanya dari rupa dan harta saja, karena belum tentu seorang yang bagus rupa dan banyak harta, bagus pula perilaku dan akhlaknya.
-Jangan suka membeda-bedakan orang karena hartanya, karena banyak orang yang miskin harta tetapi memiliki kekayaan jiwa.
-Menurut pada perintah dan nasihat orang tua itu wajib hukumnya, tetapi jika perintah orang tua itu menuntun pada jalan yang salah, sebaiknya sebisa mungkin harus bisa menolaknya.
-Larangan dalam Adat istiadat memang harus dipatuhi, namun jika agama saja membenarkan dan tidak melarangnya, sebaiknya kita berpegang teguh kepada hukum yang lebih tinggi nilainya yaitu hukum agama.
-Sesuatu yang menurut orang banyak itu salah, belum tentu itu merupakan suatu kesalahan. Karena pada dasarnya, kebenaran itu bukan dilihat dari berapa banyak orang yang mempercayainya, tetapi atas dasar apa sesuatu itu dapat disebut sesuatu yang benar.
4. Alur : alur yang digunakan adalah alur maju
5. Latar : latar tempat sebagian besar di Daerah Minangkabau, yaitu Maninjau, Sungaibatang, Bayur, dan Bukittinggi. Sebagian juga mengambil latar tempat di Pulau Jawa.
6.Sudut Pandang : novel ini menggunakan sudut pandang orang ke tigaGaya Penulisan : penulisan novel ini sebagian besar menggunakan bahasa melayu yang di dalamnya terdapat sebagian kata yang kurang dapat difahami dalam bahasa Indonesia dan tidak sesuai dengan EYD, juga terdapat beberapa peribahasa di dalamnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar