Selasa, 24 Maret 2009

P>F>S

Fungsi Ganda Sungai dan Selokan Buat halaman ini dalam format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini melalui E-mail
Friday, 25 July 2008
Kebersihan adalah sebagian daripada iman, kalimat ini sudah tidak asing lagi di telinga bahkan mungkin sudah menjadi slogan bagi kita di kehidupan sehari-hari. Tetapi kenyataannya kebersihan untuk Indonesia masih dalam taraf limit mendekati nol artinya kebersihan di Indonesia belum sepenuhnya tercapai atau terjamin.

Contoh kecilnya di sekitar kita adalah sampah. Sampah yang ada di Surabaya begitu banyak dan berserakan. Hal itu dapat terjadi karena tempat sampah yang kurang, tidak ada tempat sampah, atau mungkin kesadaran masyarakat yang kurang. Lihat saja, meski ada tempat sampah yang mudah dijangkau, di sekitarnya selalu ada sampah berhamburan.

Betapa sulit membiasakan diri melemparkan sampah ke dalam tong sampah yang terbuka lebar. Jika sampah itu ternyata meleset, tak ada upaya mengambil lagi dan memasukkan ke dalam tong.

Jika dari setiap rumah tangga dihasilkan sekantong sampah, seharusnya di beberapa titik jalan disediakan tempat sampah besar yang bisa menjadi penampungan sementara. Tetapi titik sampah ini seringkali tak tersedia di permukiman. Karena itu masyarakat memilih membuang sampah di “tempat sampah raksasa” yang disediakan alam. Apa lagi jika bukan sungai? Jika sungai jauh, masih ada “tempat sampah lain” bernama selokan.

Jika tempat sampah lebih dari cukup, sungai dan selokan tidak akan menjadi sasaran utama untuk menggantikan fungsi sebagai tempat sampah.

Kenyataan yang terjadi adalah hampir semua jenis sampah masuk ke sungai dan selokan. Sampah anorganik, organik, sampah rumah tangga, sampah orang jualan, bahkan parahnya sampah dari sisa-sisa metabolisme tubuh juga bersatu. Untuk jenis sampah yang terakhir ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang tidak mempunyai MCK sehingga merasa ada fasilitas yang tepat dan efisien yaitu sungai dan selokan sebagai tempat pembuangan.

Akibatnya sungai dan selokan yang sudah tercampur aduk mengeluarkan bau yang tidak sedap. Apalagi jika air sungai dan selokan mempunyai volume sedikit, yang terjadi adalah jenis-jenis sampah tersebut berkumpul menjadi satu.

Penyalahgunaan fungsi sungai dan selokan hanya salah satu masalah kebersihan. Harus ada yang memulai menghentikan kebiasaan ini. Sosialisasi pemanfaatan sampah yang dilakukan lewat PKK dan sekolah menjadi salah satu cara memutus kebiasaan ini. Yang paling penting, setiap orang harus menahan tangan jika ingin melempar sampah ke sungai atau selokan.


*******************


Sempadan Pantai-Sungai Sebagai Ruang Publik


Upaya penataan ruang di kawasan sempadan pantai sangat penting dalam memecahkan masalah pengelolaan lingkungan hidup agar keselarasan, keserasian dan lingkungan hidup dapat tercapai.
Upaya penataan ruang di sempadan pantai juga sangat penting mengingat bahwa kawasan pantai adalah kawa-san milik publik yang kepemi-likan dan pengelolaannya ti-dak dapat diklaim hanya untuk kepentingan kelompok tertentu atau bersifat pribadi.
Kota-kota di negara yang le-bih maju seperti Singapura dan San Antonio di Texas me-ngelola kawasaan tepi sungai-nya dengan konsep riverwalk.
Pengunjung Kota Singapura dapat berjalan-jalan di tepi kanan dan kiri Sungai Singa-pore sambil menikmati pe-mandangan dan makanan/minuman yang dijual café-café yang ada di sepanjang wilayah Boat Quay dan Clarke Quay. Wisatawan Kota San Antonio juga dapat menaiki perahu sambil menyusuri su-ngai yang membelah kota ini dan singgah di salah satu res-taurant, café, pertokoan, ataupun hotel yang terdapat berderet-deret di sepanjang kanan dan kiri sungainya.
Miami di Florida mengosong-kan 100 meter lahan di sepan-jang garis pantainya dari ber-bagai jenis bangunan. Para pengunjung pantai Miami ini dapat dengan santainya me-nikmati matahari terbit, du-duk-duduk sambil membaca, tidur-tiduran, ataupun ber-olahraga ringan. Sebagai ru-ang umum terbuka, tepian sungai dan pantai ini diba-ngun dan direncanakan agar masyarakat kotanya mempu-nyai akses untuk menikmati-nya secara cuma-cuma.
Persoalan reklamasi, tarik menarik pemanfaatan lahan, dan penggusuran masyarakat di wilayah pesisir yang saat ini sering terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: cepat-nya transformasi sosial eko-nomi, kebijaksanaan pemba-ngunan yang tidak didasar-kan pada pola tata ruang, dan akibat dari praktek pemba-ngunan kawasan yang berbau KKN. Hal-hal ini menjadikan keberpihakan arah pemba-ngunan kawasan tepi pantai suatu wilayah menjadi rancu. Untuk menghindari masalah tersebut di atas dan agar tu-juan pembangunan kawasan pantai kota yang indah namun tetap berwawasan lingkungan dapat tercapai, maka ada 4 (empat) hal dari beberapa per-soalan lagi yang harus kita pi-kirkan dan selesaikan :
Masalah Koordinasi Pena-taan Ruang dan Penatagu-naan Tanah
Selama ini kata koordinasi memang menjadi momok yang paling merisaukan da-lam pelaksanaan pembangu-nan di Indonesia. Koordinasi antar berbagai sektor/instan-si/ dinas, baik di tingkat Na-sional, Propinsi dan Kabupa-ten/Kota yang berkaitan de-ngan pemberian izin lokasi dan pembuatan kebijakan pe-ngembangan kawasan pariwi-sata/perdagangan/usaha perlu dibenahi agar memu-dahkan pengendalian konver-si di kawasan sempadan pan-tai dan sungai.
Perlunya Lembaga Penjamin Hak-hak Rakyat Atas Tanah
Salah satu upaya untuk menghindari pergeseran dan penyalahgunaan fungsi lahan di kawasan pesisir adalah dibentuknya suatu lembaga land banking yang bertugas untuk mendata dan mengin-ventarisasi semua kawasan di pesisir baik yang dimiliki pe-merintah, masyarakat dan swasta, termasuk kawasan yang akan dibelinya. Land banking ini perlu agar kebu-tuhan tanah, khususnya yang diperlukan bagi pengadaan kawasan pariwisata/perdaga-ngan/usaha jasa dapat dise-diakan tanpa harus merugi-kan rakyat dengan selalu me-lakukan penggusuran.
Pemberian Izin Lokasi
Banyak kali pemberian izin lo-kasi disalahgunakan oleh para pemegangnya. Dengan meme-gang izin lokasi, para pemilik tanah ini sering berspekulasi untuk menaikan harga tanah dan bukannya segera memba-ngun dan mengelola lahannya sesuai dengan izin yang dida-patkannya. Penyalahgunaan izin lokasi ini juga dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang katanya berniat untuk mendirikan hotel atau kawasan wisata di pesisir Su-lawesi Utara. Jika kita meme-takan izin lokasi yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Kab Minahasa (sebelum peme-karan) untuk izin kegiatan pari-wisata, maka sepanjang Pantai Utara di sekitar Likupang su-dah dipenuhi oleh pemilik ta-nah swasta tersebut.
Permasalahan yang kita li-hat sekarang ini adalah bah-wa para pemegang izin ini tak segera mengusahakan lahan-nya sementara keberadaan masyarakat pesisir semakin tersisih. Agar keadaan ini tak makin parah, masalah pem-berian izin prinsip atau izin lokasi harus mengacu pada rencana tata ruangnya dan juga ketegasan pemerintah dalam menjalankan fungsi pe-ngawasan dan tindakan yang tegas terhadap penyimpangan yang terjadi.
Mekanisme Pengendalian Harga Tanah
Meningkatnya harga tanah di kawasan tertentu sebagian dipicu oleh ulah para peme-gang izin lokasi dan izin prinsip dan penguasaan lahan secara besar-besaran oleh segolongan orang tertentu. Dalam hal ini diharapkan bank tanah dapat berperan sebagai penjamin, pembeli, dan pendistribusi la-han yang diperuntukkan bagi pengembangan kawasan in-dustri di sekitar pesisir. Salah satu cara pengendalian harga tanah yang perlu segera dilak-sanakan adalah penertiban atas tanah-tanah terlantar.
Penertiban ini bisa dalam bentuk peringatan dan tegu-ran yang dilanjutkan dengan sangsi tegas seperti pencabu-tan izin prinsip dan izin lokasi yang telah diberikan. Khusus bagi pemegang hak dan izin lokasi yang tidak mampu un-tuk melanjutkan pembangu-nan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan maka perlu dibantu melalui program pengembangan.
Setelah 4 (empat) hal di atas, tentunya masih ada hal-hal lain yang harus kita upaya-kan, yaitu: Pemisahan fungsi, tugas, dan tanggung jawab dari pemerintah, masyarakat, dan pebisnis (swasta) yang jelas, melibatkan peran serta masyarakat secara sungguh-sungguh, menyusun sebuah sistem informasi tentang pe-nataan, pengelolaan, dan pe-manfaatan ruang yang bisa diakses masyarakat luas.
Dengan pendekatan pemeca-han masalah seperti di atas, kita berharap bahwa pembangunan kawasan sempadan pantai dan sungai di masa mendatang, khususnya di Kota Manado yang direncanakan untuk menjadi Kota Pariwisata ini da-pat lebih terarah dan terkonsep secara jangka panjang.(**)



************************

Pemkab Bandung Belum Siap Mengantisipasi Datangnya Banjir

Bandung, Kompas - Pemerintah Kabupaten Bandung dinilai belum siap mengantisipasi dampak banjir yang kemungkinan bakal sering terjadi pada bulan-bulan pertama awal tahun 2008. Sebab, belum ada pembagian tugas yang jelas siapa yang akan menangani tahap preventif, evakuasi, dan rehabilitasi.

Saat ini justru aparat di tingkat kecamatan hanya mengandalkan data kerusakan pada banjir tahun sebelumnya. Ini misalnya terjadi di Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Bojongsoang.

Hal itu disoroti anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung Mokhamad Ikhsan, usai rapat koordinasi penanganan bencana di Kabupaten Bandung, Kamis (8/11). "Seharusnya lembaga teknis, seperti Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Lingkungan Hidup, bekerja sejak awal mengantisipasi dampak banjir di permukiman," ujarnya.

Menurut Ikhsan, Pemkab Bandung cenderung mengajukan pemecahan masalah tanpa mempertimbangkan kondisi di lapangan.

Dalam pertemuan tersebut, Asisten Ekonomi Pembangunan, yang juga Ketua Tim Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Kabupaten Bandung Rachmat Partasasmita merekomendasikan pembuatan sungai tambahan untuk mengurangi dampak banjir.

Dari pemaparan beberapa kecamatan, lanjut Ikhsan, diketahui karakteristik banjir di Kabupaten Bandung bermacam-macam. Ada yang disebabkan oleh limpasan Sungai Citarum, gorong-gorong yang meluap, serta banjir kiriman dari Kota Bandung atau wilayah pegunungan di selatan.

Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bandung Agus Haryadi mengharapkan Pemkab Bandung segera mempunyai rencana penanggulangan dampak banjir yang yang sistematis.

Dengan demikian, upaya Pemkab Bandung menanggulangi banjir setiap tahun menunjukkan perkembangan yang terukur, seperti luas dan lama genangan, hingga jumlah korban.

Menurut Rachmat, salah satu penyebab banjir adalah penyalahgunaan fungsi wilayah. Oleh karena itu, peraturan tentang tata ruang di Kabupaten Bandung harus ditegakkan.

Dicontohkan, adanya rumah-rumah "liar" di sepanjang bantaran sungai. "Bongkar rumah liar. Kalau kabupaten lain sudah bergerak, seperti Bogor dan Bekasi, apakah Kabupaten Bandung masih tidur," ujar Rachmat.

Untuk itu, Rachmat mengharapkan, lembaga teknis yang terkait dengan pengawasan dan kontrol terhadap fungsi tata ruang segera bertindak.

Dinas Pekerjaan Umum diharapkan selalu memantau sistem irigasi persawahan karena banyak laporan mengenai terjadinya alih fungsi saluran irigasi.

Berdasarkan data Satuan Pelaksana Penanganan Bencana Kabupaten Bandung, selama tahun 2007 terjadi 36 kasus bencana, yaitu 3 kasus banjir, 3 kasus longsor, dan 30 kasus kebakaran.

Data itu belum mencatat kasus banjir yang terjadi pada akhir tahun 2007 atau saat ini. (eld)



******************



Tidak ada komentar:

Posting Komentar